News
Beranda » Berita » Semua Pihak Diajak untuk Wujudkan Pendidikan Inklusif yang Ramah bagi Anak dengan Down Syndrome

Semua Pihak Diajak untuk Wujudkan Pendidikan Inklusif yang Ramah bagi Anak dengan Down Syndrome

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) menggelar peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2025 pada Senin, 24 Maret 2025. (Foto: BKHM Setjen Kemendikdasmen)

JRMEDIA.ID — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) menggelar peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2025 pada Senin, 24 Maret 2025.

Dengan mengangkat tema “Meningkatkan Ekosistem Pendidikan yang Ramah bagi Anak dengan Down Syndrome”, Kemendikdasmen berkomitmen dan mengajak semua pihak untuk turut menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan ramah bagi anak-anak dengan down syndrome.

Pendidikan inklusif adalah pendekatan pendidikan yang memastikan semua peserta didik, termasuk peserta dengan kebutuhan khusus, mendapatkan akses yang setara ke pendidikan berkualitas.

Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Talenta Kemendikdasmen, Mariman Darto, dalam sambutannya mengatakan, penyandang disabilitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam strategi pembangunan nasional.

50 Pelaku Kecurangan dan 10 Joki Ditemukan dalam 6 Hari UTBK

“Oleh karena itu, Kemendikdasmen memberikan perhatian yang serius, salah satunya dengan pembentukan Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus,” kata Mariman.

Menurut Mariman, semangat yang diusung pada Peringatan Hari Down Syndrome tahun 2025 ini sejalan dengan semangat yang dibangun Kemendikdasmen dalam mewujudkan pendidikan yang lebih inklusif dan bermutu bagi semua.

“Anak-anak dengan down syndrome memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka. Oleh karena itu, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan mereka secara optimal,” kata Mariman.

Saat ini, implementasi pendidikan inklusif di sekolah umum masih menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, pelatihan guru yang kurang memadai, serta kurangnya fasilitas dan dukungan yang memadai untuk siswa dengan kebutuhan khusus. Selain itu, penyandang disabilitas juga dihadapkan pada tantangan kebekerjaan dengan terbatasnya lapangan pekerjaan bagi lulusan yang kompeten.

Sebagai upaya mengatasi hal tersebut dalam beberapa tahun terakhir, lanjut Mariman, pemerintah terus berupaya memperkuat kebijakan dan program pendidikan inklusif di Indonesia. Berbagai inisiatif juga telah dilakukan, seperti peningkatan kapasitas pendidik dalam menangani kebutuhan khusus anak, penyediaan fasilitas yang lebih aksesibel, serta penyusunan kurikulum yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan down syndrome.

Kementerian Agama RI Paparkan Seluruh Layanan Haji 2025 di Arab Saudi

“Namun demikian, tugas kita belum selesai. Dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak, pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk memastikan anak-anak dengan down syndrome mendapatkan kesempatan yang sama dalam meraih masa depan yang lebih baik,” ujar Mariman.

Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi PKPLK, Saryadi, mengatakan bahwa Direktorat PKPLK akan terus berupaya meningkatkan layanan penguatan satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif di Indonesia untuk mewujudkan akses pendidikan yang setara bagi semua peserta didik.

“Kami akan terus meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kurikulum yang akomodatif, penguatan kompetensi bagi guru dan tenaga kependidikan di sekolah inklusi, peningkatan sarana dan prasarana, termasuk pemberdayaan unit layanan disabilitas di daerah-daerah,” jelas Saryadi.

Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS), Eliza Octavianti Rogi, menyampaikan, tantangan terbesar dalam merawat anak dengan down syndrome adalah membuat mereka mandiri dengan bakat dan potensi yang dimiliki.

“Lingkungan inklusif yang ramah, menjadi modal penting untuk menumbuhkan potensi anak dengan down syndrome. Kami berharap ada tempat-tempat belajar yang bisa menggali dan mengembangkan potensi mereka sehingga mereka bisa mandiri nantinya,” kata Eliza.

Dosen Lakukan Pelecehan Seksual Sesama Jenis pada 12 Mahasiswa Modus Acara ‘Zikir Zakar’, Terancam 12 Tahun Penjara

Kolaborasi, Kunci Mewujudkan Pendidikan Inklusif

Digelar di Aula Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta, Peringatan Hari Down Syndrome ini diisi dengan penampilan peserta didik dengan down syndrome dari SLB Negeri 4 Jakarta serta gelar wicara dengan tema “Membangun Lingkungan yang Ramah bagi Penyandang Down Syndrome”.

Gelar wicara ini menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Founder Kopi Kamu sebagai salah satu kedai kopi yang selama ini mempekerjakan anak dengan down syndrome, Kepala SLB Negeri 4 Jakarta, serta Ketua Umum Yayasan POTADS.

Selain gelar wicara, Tenaga Ahli Prancis untuk Kemendikdasmen, Philippe Grange, juga membagikan praktik baik pendidikan inklusif di Prancis yang dimulai sejak tahun 2005, di mana anak-anak penyandang disabilitas berhak mendapatkan pendidikan reguler sejak taman kanak-kanak.

Selain adanya kebijakan guru pendamping bagi siswa dengan down syndrome, di sejumlah negara di Eropa, menurut Philippe, juga memberlakukan kebijakan, di mana penanganan satu siswa down syndrome setara dengan penanganan tiga siswa biasa.

“Jadi, ketika di kelas ada 20 siswa biasa, kemudian ada satu siswa down syndrome, maka beban guru kelas bisa dikurangi menjadi 17 siswa biasa dan satu anak dengan down syndrome,” jelas Philippe.

Masih, menurut Philippe, berbagai pemangku kepentingan di Prancis juga berkolaborasi untuk tidak hanya menghadirkan lingkungan pendidikan inklusi, tetapi juga lingkungan sosial dan dunia kerja yang inklusi dengan mewajibkan perusahaan untuk mempekerjakan penyandang disabilitas. Serta memberikan keringanan hingga membebaskan pajak bagi perusahaan yang mempekerjakan pekerja disabilitas lebih dari 50 persen.

Hari Down Syndrome Dunia diperingati setiap tanggal 21 Maret. Tanggal 21 Maret dipilih karena melambangkan trisomi 21, yaitu keberadaan tiga salinan kromosom ke-21 yang menjadi penyebab down syndrome atau kondisi kelainan genetik di mana muncul duplikat kromosom 21 pada bayi yang baru lahir.

(rilis/end)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

×