Makanan manis/ilustrasi. (Foto: Pixabay)
JAKARTA — Pernahkah mengalami ketika perut kenyang tapi merasa masih ingin makan manis dan memikirkan apakah ada ruang kosong untuk memakan makanan penutup? Fenomena ini ternyata berkaitan dengan kinerja otak.
Dikutip dari Medical Daily, Selasa (18/2/2025), dalam sebuah penelitian di Jerman belum lama ini, para peneliti menyelidiki fenomena tersebut pada tikus dan menemukan bahwa tikus tetap makan gula bahkan saat sudah kenyang.
Saat menganalisis otak, para peneliti menemukan bahwa sekelompok sel saraf yang disebut neuron POMC memicu keinginan untuk makan gula. Saat tikus makan gula, neuron ini melepaskan ß-endorfin, zat adiktif alami yang membuatnya merasa puas dan menyebabkan makan lebih banyak, bahkan saat si tikus sudah kenyang.
Efek ini khusus untuk gula, bukan makanan lain. Saat para peneliti memblokir jalur ini, tikus berhenti makan gula tambahan, tetapi hanya saat sudah kenyang. Penghambatan ß-endorfin tidak mempengaruhi tikus yang lapar.
Para peneliti juga menemukan bahwa aktivasi endorfin dimulai bahkan sebelum tikus mulai mengonsumsi gula, segera setelah tikus merasakannya. Menariknya, zat opiat juga dilepaskan di otak tikus yang belum pernah mengonsumsi gula sebelumnya.
“Begitu larutan gula pertama masuk ke mulut tikus, ß-endorfin dilepaskan di ‘daerah perut pencuci mulut’, yang selanjutnya diperkuat oleh konsumsi gula tambahan,” demikian pernyataan para peneliti.
Ketika uji coba serupa dilakukan pada manusia, para peneliti menggunakan pemindaian otak pada relawan setelah sang relawan menerima larutan gula melalui tabung. Para peneliti menemukan bahwa daerah otak yang sama merespons gula pada manusia di mana terdapat banyak reseptor opiat yang dekat dengan neuron rasa kenyang.
“Dari perspektif evolusi, ini masuk akal, gula jarang ditemukan di alam tetapi menyediakan energi cepat. Otak diprogram untuk mengendalikan asupan gula setiap kali tersedia,” jelas pemimpin kelompok penelitian di Max Planck Institute for Metabolism Research, Jerman, Henning Fenselau.
Para peneliti berharap temuan itu dapat bermanfaat untuk mengobati obesitas dan diabetes. Sebelumnya, sudah ada obat yang memblokir reseptor opiat di otak, tetapi penurunan berat badannya lebih sedikit dibandingkan dengan suntikan penekan nafsu makan.
“Kami yakin bahwa kombinasi dengan obat tersebut atau dengan terapi lain bisa sangat bermanfaat. Namun, kami perlu menyelidiki hal ini lebih lanjut,” kata Fenselau menandaskan.
(ant/dkd)
Komentar