JRMEDIA.ID — Presiden RI Prabowo Subianto digugat dua orang warga agar bersikap tegas terkait kedudukan ibu kota negara. Dalam gugatan yang terdaftar pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) itu, Presiden RI diminta membayar ganti rugi senilai Rp 5.000 triliun.
Gugatan itu terdaftar dengan Nomor Perkara: 663/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Sidang pertama yang semula digelar pada Selasa 14 Oktober 2025 di PN Jakpus, batal terlaksana karena pihak tergugat tidak hadir. Sidang ditunda hingga Kamis 23 Oktober 2025.
Kedua warga yakni Syakur Ali Mahdi warga Kota Malang, Jawa Timur, dan Advokat M Taufik Budiman warga Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyerahkan kuasa hukum kepada Super Indonesia (Suara Pengacara Rakyat Indonesia). Dua pengacara dari sejumlah advokat Super Indonesia, Panardan SH dan Agus Salim SH, menjelaskan bahwa klien mereka menggugat Presiden RI untuk bersikap tegas dan jelas atas status DKI Jakarta dan IKN.
Presiden, jelas Panardan SH, sebaiknya segera menetapkan salah satu antara IKN atau DKI Jakarta sebagai Ibu Kota RI.
“Percepat keputusan IKN sebagai Ibu Kota Negara atau tetapkan DKI Jakarta sebagai ibu kota,” kata Panardan di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Sementara itu juru bicara Super Indonesia, Muhammad F. Hafiz, mengatakan hingga menjelang satu tahun pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, kedudukan DKI Jakarta maupun IKN sebagai Ibu Kota Negara RI, tetap simpang siur.
“Lebih-lebih di antara keduanya IKN dan DKI Jakarta, kini dioperasikan ke dalam konsep twin cities,” kata Hafiz di Jalarta.
Lebih lanjut Hafiz menjelaskan, secara de facto, DKI Jakarta masih tetap sebagai Ibu Kota Negara RI sejak 17 Agustus 1945. Sempat terjadi pemindahan ibu kota pada 1946, namun secara de facto kembali lagi sebagai Ibu Kota RI pada 1949.
Pada 28 Agustus 1961 Kota Jakarta secara de jure ditetapkan sebagai Daerah Khusus Ibukota berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1961. Walaupun saat ini UU No 2/2024 Mengenai DKJ telah ditetapkan pada 25 April 2024, akan tetapi belum diberlakukan.
Demikian pula dengan status IKN yang juga belum dapat ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara RI sepanjang Keputusan Presiden (Keppres) mengenai Kedudukan Ibu Kota Negara belum diterbitkan.
Pasal 4 ayat (1) huruf a UU IKN menegaskan bahwa pembentukan IKN tidak sertamerta mengalihkan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara ke IKN. Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap di Provinsi DKI Jakarta sampai dikeluarkannya keputusan presiden (keppres) tentang penetapan pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN.
Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menegaskan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 memperkuat ketentuan tersebut dan memberikan landasan hukum yang lebih jelas.
Dengan demikian, Presiden RI memiliki kewajiban untuk menjalankan proses pemindahan Ibu Kota Negara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Ketidaktegasan Presiden
Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan komitmennya untuk memindahkan Ibu Kota Negara ke IKN Nusantara, namun hingga saat ini belum ada keputusan yang jelas tentang status Ibu Kota Negara. Ketidaktegasan ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu proses pembangunan negara.
Menurut Hafiz, Presiden Prabowo harus menunjukkan ketegasan dalam menentukan status Ibu Kota Negara untuk memastikan kepastian hukum dan stabilitas negara.
(***)




Komentar