Opinion
Beranda » Berita » Catatan Rakyat (1): Teriakan Perempuan, Teriakan Rakyat

Catatan Rakyat (1): Teriakan Perempuan, Teriakan Rakyat

Catatan Rakyat (1): Teriakan Perempuan, Teriakan Rakyat.

Oleh Mila Muzakkar *)

Wajahnya beringas. Suaranya pecah di udara. Tangan kurusnya mengibarkan bendera merah putih, mengadang barisan polisi berseragam lengkap.

Perempuan berkerudung pink itu hanya bertangan kosong. Bajunya lusuh, sandal jepit menutupi kakinya. Nggak ada blazer mahal, high heels, atau sneakers jutaan. Sangat jauh berbeda dengan para anggota DPR yang tampil rapi dan mewah di luar, tapi nuraninya berantakan di dalam.

Tubuhnya ringkih, tapi langkahnya berani. Dia maju, melawan lelaki-lelaki gagah bertameng. Padahal dia tahu, sepatu laras bisa saja menginjaknya, gas air mata bisa mencekiknya, bahkan peluru bisa singgah di kepalanya.

Di jalan lain, seorang perempuan berkerudung toska bersuara lantang di depan aparat.
“Kalau mereka ngerti undang-undang, mereka nggak akan menembaki massa. Tugas mereka itu melindungi, bukan menembak!”
Tangannya tegas menunjuk ke arah polisi.

Jika Korea Utara Menjadi Negara Anarkis: Skenario Hipotetis Pasca-Runtuhnya Rezim Kim

Kenapa perempuan-perempuan ini tetap di sana?
Apa yang bikin berani melawan aparat di tengah kerumunan yang kacau?

Jawabannya satu: amarah.
Ya, perempuan-perempuan itu marah besar.

Kita semua marah besar.
Marah karena dikhianati.

Orang yang dulu datang pedekate, setengah mengemis suara, kini menari-nari di atas penderitaan rakyat.

Setiap hari kita berjuang di jalanan cari makan. Kita ngantre berjam-jam di rumah sakit demi BPJS yang sering nggak manusiawi. Kita bangun pagi, ngajar anak orang, sementara anak sendiri ditinggal.

Warisan Budaya yang Dipintal dan Menyatukan NTT dan Timor Leste: Kain Tenun Lintas Negeri

“Kita” ini siapa? Rakyat.
Rakyat yang dimiskinkan, tapi tetap dipalak pajak buat gaji anggota DPR.

Dan “kita” juga berarti perempuan. Yang tiap hari mengurus kehidupan: dari dapur, sumur, sampai jalanan. Kalau ada kekacauan hidup, perempuanlah yang paling dulu kena dampaknya.

Katanya mereka wakil rakyat. Tapi, coba lihat:
Mereka nggak pernah merasakan sakit yang kita alami. Hidup mereka enak, berfoya-foya, pamer kemewahan di depan rakyat yang masih berjuang bertahan hidup.

Gaji plus tunjangan ratusan juta tiap bulan. Kompetensi dan skill minim, tapi gampang banget duduk di Senayan. Masih juga minta naik gaji lagi, tanpa rasa bersalah, tanpa empati.

Gap kehidupan mereka dengan rakyat jelas banget. Mereka rapat sebentar di ruang adem, akhir bulan ratusan juta masuk rekening. Sementara rakyat kejar-kejaran sama matahari, ngejar kereta, buka lapak, dan akhir bulan masih deg-degan: cukup nggak buat makan sebulan?

Paradoks dan Penyehatan Negara: Analisis Politik dan Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto

Mereka healing ke luar negeri belanja barang branded. Dan rakyat healing di pasar malam, jajan cilok buat hiburan.

Jadi, sebenarnya mereka mewakili siapa?
Dalam hal apa mereka mewakili rakyat?

Apa bukti nyata rakyat diwakili oleh anggota DPR?

Jangan main-main dengan kemarahan rakyat. Berhentilah merampas kehidupan rakyat.

Kalau terus dibiarkan, perempuan hanya butuh satu teriakan: untuk memukul mundur aparat, mencopot kursi anggota DPR, bahkan melakukan perampasan aset dengan cara sat set.

31 Agustus 2025

*) Pegiat Literasi AI & Founder Generasi Literat.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *