Foto Ratu Victoria oleh Alexander Bassano, 1882.
JRMEDIA.ID — Di dunia ini, tak ada satu jengkal tanah, satu pulau, satu samudra pun yang tidak berada di bawah panji Union Jack. Dunia tak mengenal perang dunia, karena hanya ada satu kekuatan dunia. Sejarah tak mencatat bangsa merdeka lain selain satu entitas tunggal: Imperium Britania Global.
Semua dimulai bukan dari kemenangan senjata semata, melainkan dari kejeniusannya Ratu Victoria, yang memadukan kekuatan diplomasi, teknologi, pernikahan dinasti, dan siasat kolonial menjadi satu mesin penaklukan tak terbendung.
Amerika Harus Kembali
Tahun 1861, api perang saudara membakar Amerika Serikat. Inggris Raya melihat celah emas untuk membalas dendam atas “pemberontakan koloni” abad lalu. Kali ini, Kerajaan tidak tinggal diam.
Atas nama stabilitas, Inggris secara terbuka mengakui Konfederasi Amerika. Bantuan datang berupa senjata Enfield, artileri lapangan, dan pasukan sukarelawan dari Irlandia, Skotlandia, bahkan India. Sementara itu, pasukan reguler Kerajaan Britania melintasi perbatasan Kanada, menyerang Negara Bagian New York dan menggempur industri senjata di Pennsylvania.
Washington D.C. jatuh pada musim dingin 1863. Abraham Lincoln melarikan diri ke wilayah barat, namun tertangkap oleh unit Sikh berkuda. Konfederasi menyerbu hingga Ohio, dan dalam tiga tahun, seluruh wilayah Amerika direbut kembali dan dipersatukan sebagai “Dominion Agung Amerika”, dengan seorang Gubernur Jenderal langsung ditunjuk dari Westminster.
Kerajaan Surgawi Menjadi Tanah Ratu
Di Timur, Dinasti Qing mulai runtuh. Pemberontakan Taiping, yang dalam sejarah kita nyaris menggulingkan kekuasaan Kekaisaran Tiongkok, kali ini dibantu langsung oleh Inggris. Ratu Victoria mengirim misi militer yang disebut “Kristus dan Kerajaan”, dipimpin oleh perwira-perwira veteran dari India dan Afrika Selatan.
Hong Xiuquan, sang pemimpin pemberontak yang mengaku sebagai adik Yesus, dibimbing dan didekati secara strategis. Ia menyatakan kesetiaan kepada Mahkota Britania sebagai pemimpin Kristen dunia. Tahun 1867, Beijing jatuh, Qing dibasmi, dan Kerajaan Surgawi Tiongkok direorganisasi sebagai Protektorat Kekaisaran Timur—wilayah kekuasaan Britania yang meliputi seluruh Asia Timur.
Hong menjadi Raja Boneka, sedangkan administrasi dipegang oleh Komisaris Tertinggi Victoria. Bahasa Inggris diajarkan di sekolah-sekolah Nanjing, mata uang Pound Sterling menggantikan tael, dan jaringan rel kereta api Inggris menjelajah dari Mandalay ke Manchuria.
Pernikahan adalah Penaklukan
Sementara dunia luar ditaklukkan dengan api dan baja, Eropa ditaklukkan dengan cinta dan darah biru. Ratu Victoria mengawinkan anak-anak dan cucunya ke seluruh rumah kerajaan: Jerman, Rusia, Austria, Spanyol, Italia, dan bahkan Kekhalifahan Ottoman.
Namun dalam skenario ini, pernikahan itu tidak hanya simbolik. Tiap kerajaan yang menjadi “kerabat” Mahkota otomatis berubah status menjadi “Negara Uni Personal”—entitas mandiri dalam nama, namun sepenuhnya berada dalam struktur kekuasaan Westminster. Kaisar Jerman menjadi “Adipati Pertama Prusia”, tunduk pada Parlemen Dunia yang berkedudukan di London. Tsar Rusia bergelar “Pelindung Timur”, dan wajib mengirim pasukan ke India atau Karibia jika Mahkota meminta.
Tahun 1899, seluruh Eropa adalah Federasi Mahkota, diikat oleh satu konstitusi imperial dan satu kalender: Kalender Victoria.
Samudra di Bawah Ratu
Lautan, yang dulunya pemisah benua, kini hanyalah jalur dalam negeri. Armada Britania, yang dikenal sebagai Fleets of the Crown, menjaga tujuh samudra. Dari Gibraltar hingga Kepulauan Galápagos, dari Antartika hingga Laut Okhotsk, semua kapal dagang berlayar dengan izin Britania. Tak ada bendera lain yang berkibar.
Pulau-pulau Pasifik dijadikan stasiun pengisian ulang armada, dan Antartika—dikenal dalam sejarah ini sebagai Wilayah Beku Victoria—menjadi laboratorium dan tambang utama helium, es, dan bahan logam berat.
Epilog: Satu Dunia, Satu Mahkota
Tahun 1901, Ratu Victoria wafat, dimakamkan dalam Mausoleum Dunia di tengah Kota London yang telah tumbuh menjadi megapolis kosmopolitan dengan 40 juta jiwa. Namun kematiannya bukan akhir. Dia telah menunjuk Imperator Global, putra mahkota Edward, yang menggantikan sistem kerajaan menjadi monarki absolut global konstitusional.
Setiap warga dunia kini adalah Subjek Mahkota. Satu hukum, satu bahasa resmi, satu mata uang, dan satu kalender. Umat manusia berada dalam satu naungan: Imperium Britannicum Aeternum.
Dan langit pun tak lagi menjadi batas, karena generasi baru mulai menatap bintang—dengan seragam merah, aksen London, dan semboyan lama yang kini menjadi takdir: “The Sun Never Sets on the Empire.”
(dmr)
Komentar