Paus Pembunuh Terlihat di Perairan Kaimana Papua Barat
Paus pembunuh terlihat muncul di Perairan Kaimana, Papua Barat, pada 6 Februari 2022. (Foto: Konservasi Indonesia/Yance Malaiholo)
JAKARTA — Tim penelitian yang dipimpin Konservasi Indonesia dan Conservation International menemukan kemunculan paus pembunuh (Orcinus orca) dan ketertarikan mamalia laut dengan bagan apung di Kaimana, Papua Barat.
“Kami mengidentifikasi adanya lima spesies cetacea di wilayah perairan Kaimana, termasuk penemuan baru adanya paus pembunuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik memiliki keterkaitan kuat dengan perikanan bagan. Mereka sering terlihat memakan ikan teri yang berada di luar jaring bagan pada pagi hari,” ujar Focal Species Conservation Program Konservasi Indonesia, Iqbal Herwata, dalam pernyataan, Selasa (14/1/2025).
Iqbal menjelaskan bahwa pemahaman tentang ekologi cetacea (mamalia laut) penting untuk upaya konservasi dan pengelolaan termasuk di Kaimana yang pada 2018 teridentifikasi sebagai Important Marine Mammal Area (IMMA) atau habitat penting mamalia laut karena adanya populasi lumba-lumba dan paus terlihat mencari makan di sana.
Termasuk di antaranya lumba-lumba bungkuk Australia (Sousa sahulensis), lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus), lumba-lumba pemintal (Stenella longirostris), dan paus Bryde (Balaenoptera edeni).
Hasil riset sembilan peneliti yang tergabung dalam kelompok penelitian dipimpin oleh Konservasi Indonesia dan Conservation International tersebut menemukan kemunculan paus pembunuh dan ketertarikan cetacea dengan alat tangkap ikan bagan apung.
Dalam penelitian yang dilakukan selama periode Mei 2021-Maret 2023 tersebut terpantau interaksi cetacea dengan perikanan bagan di Kaimana. Penelitian itu juga mencatat keberadaan, jumlah, dan pola makan cetacea.
Dari lima spesies disebutkan tersebut, Iqbal menyoroti paus pembunuh merupakan catatan baru yang sebelumnya tidak dilaporkan keberadaannya di wilayah Kaimana IMMA.
Di perairan tropis seperti Indonesia, lanjut Iqbal, keberadaan paus pembunuh terbilang rendah dan mungkin hanya 0-0,10 individu per 100 kilometer persegi karena terbatasnya peluang mencari makan dan ancaman dari aktivitas manusia.
Secara spesifik Iqbal menjelaskan selama kurun waktu penelitian spesies paling sering terlihat adalah lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dengan 130 kali kemunculan yang mencakup 49,62 persen dari seluruh pengamatan cetacea, serta 2.612 individu tercatat atau 72,96 persen dari total individu diamati.
Namun, dikarenakan studi tidak menggunakan metode identifikasi fotografi, maka studi lebih lanjut diperlukan untuk estimasi populasi agar lebih akurat.
Iqbal menyebut bahwa dari penelitian itu terungkap bahwa Kaimana tidak hanya penting sebagai wilayah agregasi dan aktivitas makan cetacea, tetapi juga berpotensi memenuhi kriteria tambahan IMMA.
Hal itu karena keberadaan populasi kecil dan tetap dari tiga spesies tersebut yakni lumba-lumba bungkuk Australia, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dan paus Bryde, yang belum terdokumentasi pada penilaian sebelumnya.
Lebih lanjut, Iqbal menilai Pemerintah Provinsi Papua Barat perlu memastikan langkah-langkah pengelolaan perikanan di kawasan tersebut, mengingat sebagian besar interaksi antara perikanan bagan dan cetacea ini terjadi di luar Kawasan Konservasi Perairan (Marine Protected Area) Kaimana.
“Pemerintah lokal harus dapat memastikan keberlanjutan stok ikan teri, yang tidak hanya penting bagi masyarakat dan industri perikanan tangkap, tetapi juga sebagai sumber makanan bagi populasi paus Bryde, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dan lumba-lumba bungkuk Australia,” kata Iqbal menandaskan.
(antara/dmr)