News
Beranda » Berita » Aksi Unjuk Rasa di Kawasan Industri, Pakar Investasi dan Hubungan Internasional Zenzia Ihza: Pemerintah Harus Turun Tangan

Aksi Unjuk Rasa di Kawasan Industri, Pakar Investasi dan Hubungan Internasional Zenzia Ihza: Pemerintah Harus Turun Tangan

Pakar investasi dan hubungan internasional (HI), Zenzia Sianica Ihza. (Foto: Istimewa)

JRMEDIA.ID — Selebaran rencana aksi lanjutan oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) beredar di kawasan PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan dunia usaha. Aksi unjuk rasa yang berulang dinilai dapat merusak citra Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang stabil dan kompetitif.

Pakar investasi dan hubungan internasional (HI), Zenzia Sianica Ihza, menganggap aksi unjuk rasa yang terus-menerus di kawasan industri strategis seperti kawasan industri MM2100 merupakan ancaman serius bagi daya saing nasional. Menurutnya, kawasan industri merupakan salah satu objek vital nasional yang seharusnya steril dari aksi massa karena berkaitan langsung dengan operasional perusahaan yang terhubung dengan rantai pasok global.

“MM2100 adalah kawasan industri strategis yang seharusnya bebas dari gangguan aksi demonstrasi. Jika kawasan ini terus dijadikan lokasi demo, investor akan ragu menanamkan modal di Indonesia,” kata Zenzia dalam keterangan resminya, Sabtu (21/6/2025).

Catatan menunjukkan bahwa PT YMMA telah mengalami kerugian lebih dari Rp 53 miliar akibat terhentinya produksi selama enam hari kerja dalam tiga gelombang unjuk rasa sebelumnya. Kerugian ini mencakup hilangnya output produksi, keterlambatan ekspor ke berbagai negara, serta potensi hilangnya kepercayaan dari mitra dagang di Jepang dan Eropa.

Situasi ini telah menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha. Beberapa investor asing dilaporkan mulai mempertimbangkan relokasi fasilitas produksi mereka dari Indonesia ke negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand yang dinilai lebih stabil secara politik dan hukum.

Penetapan 17 Oktober Sebagai Hari Kebudayaan: Memperkuat Identitas dan Kebanggaan Bangsa

“Kerugian ini bukan sekadar soal angka. Dampak yang lebih besar adalah penurunan persepsi global terhadap Indonesia sebagai basis manufaktur,” jelas Zenzia.

Zenzia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas guna menjaga stabilitas kawasan industri. Ia menyarankan diberlakukannya regulasi yang melarang aktivitas demonstrasi di kawasan objek vital nasional, serta memperkuat sistem mediasi hubungan industrial yang adil dan transparan.

“Pemerintah, khususnya Presiden RI Prabowo Subianto dan Menteri Ketenagakerjaan harus menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap kepentingan nasional yang lebih luas. Perlindungan hak pekerja memang penting, namun tidak boleh mengorbankan kepastian hukum dan iklim investasi,” kata Zenzia.

Zenzia juga meminta pihak kepolisian untuk lebih proaktif, tidak hanya bersikap pasif sebagai pengaman, tetapi mengambil langkah-langkah preventif agar aksi demo tidak terus berulang di lokasi strategis yang sama. “Ini menyangkut stabilitas nasional. Polisi harus hadir sebagai kekuatan pencegah,” tegas dia.

Secara hukum, dasar pelaksanaan aksi unjuk rasa diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun, UU tersebut juga menetapkan bahwa ada beberapa tempat yang dilarang menjadi lokasi penyampaian pendapat di muka umum, yaitu: lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, bandara, pelabuhan, stasiun, terminal angkutan darat, serta objek vital nasional. Aksi unjuk rasa juga tidak boleh dilakukan pada hari besar nasional.

Food & Hospitality Indonesia (FHI) Hadir Kembali di Tahun 2025, Wujudkan Visi Industri Kuliner dan Perhotelan yang Berkelanjutan

Selain itu, aksi demonstrasi wajib memperoleh izin dari pihak kepolisian. Jika dilakukan di lokasi atau waktu yang tidak diperbolehkan, atau tanpa izin, maka aksi tersebut dinyatakan ilegal.

Hingga berita ini dibuat, pihak PT YMMA belum merespons rencana aksi terbaru yang direncanakan berlangsung dalam beberapa hari ke depan. Namun sumber internal menyebut bahwa perusahaan sedang menyiapkan opsi hukum dan operasional darurat bila aksi mengganggu proses produksi kembali terjadi.

Latar Belakang Aksi Unjuk Rasa di Yamaha Music

Aksi unjuk rasa ini bermula dari pemutusan hubungan kerja terhadap dua pengurus serikat pekerja di lingkungan PT Yamaha Music. Pihak serikat menilai tindakan tersebut sebagai bentuk union busting–upaya sistematis untuk melemahkan kekuatan serikat pekerja.

Tuduhan ini langsung memicu gelombang aksi solidaritas yang dilakukan berulangkali di depan pabrik. Namun, manajemen PT YMMA membantah tuduhan tersebut.

Agresi Israel di Jalur Gaza Sejak Oktober 2023 Akibatkan 58 Ribu Warga Palestina Gugur

Dalam pernyataan resminya, pihak perusahaan menyatakan bahwa PHK dilakukan berdasarkan pelanggaran terhadap disiplin kerja dan telah melalui prosedur hukum yang berlaku. Manajemen juga menegaskan menghormati keberadaan serikat pekerja dan tetap membuka ruang dialog yang konstruktif.

“PHK ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bukan sebagai bentuk tindakan union busting,” jelas Kuasa Hukum PT YMMA, La Ode Haris, Rabu (11/3/2025) lalu.

Menurut La Ode Haris, PHK tersebut telah sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) perusahaan yang memperbolehkan pemecatan jika karyawan melakukan tindak pidana. Saat ini, sengketa PT YMMA dan dua karyawan yang di PHK itu masuk dalam proses penyelesaian secara hukum dan 11 Juni 2025 lalu sudah didaftarkan di Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI).

Namun demikian, konflik ini terus berlanjut dan telah berkembang menjadi polemik berkepanjangan yang mengganggu stabilitas industri sehingga membutuhkan perhatian langsung dari pemerintah pusat dan aparat penegak hukum.

(dkd)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *