JRMEDIA.ID — Jauh sebelum layar bioskop Indonesia menayangkan kisahnya mulai 15 Mei 2025 nanti, film “Mungkin Kita Perlu Waktu” telah menorehkan catatan dalam kancah perfilman Indonesia.
Keberhasilan film tersebut terpilih sebagai salah satu dari enam film panjang terbaik yang berkompetisi di Indonesian Screen Awards dalam gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024 akhir tahun lalu, menjadi bukti awal akan kualitas dan kedalaman naratif yang ditawarkannya.
Pengakuan tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah sinyal kuat bahwa film arahan sutradara Teddy Soeriaatmadja itu memiliki sesuatu yang istimewa untuk disimak, sebuah resonansi emosional dan intelektual yang mampu menyentuh kalbu penonton.
Film itu hadir bukan hanya sebagai tontonan semata, melainkan secara signifikan menyajikan semacam ‘obat’ bagi jiwa-jiwa yang terluka.
Lebih dari sekadar kisah dramatis, “Mungkin Kita Perlu Waktu” menyelami dinamika hubungan keluarga yang kompleks, sebuah ekosistem di mana luka batin dan pola perilaku disfungsional ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya, terperangkap dalam siklus generasi narsistik yang destruktif.
Film itu juga membuka tabir tentang gangguan kepribadian narsistik pada orang tua sehingga mengukir luka mendalam pada jiwa anak-anak mereka, menciptakan pola hubungan yang penuh kecemasan, kekecewaan, dan kesulitan dalam membangun keintiman emosional yang sehat.
Film ini juga memberikan perspektif penting tentang dampak jangka panjang dari pola pengasuhan narsistik pada anak-anak. Putra-putri dari orang tua dengan gangguan kepribadian narsistik (NPD) diperlihatkan tumbuh tanpa mendapatkan validasi emosi dan dukungan yang memadai.
Anak-anak itu belajar untuk menekan perasaannya, mencari validasi dari dunia luar, dan kesulitan membangun hubungan yang sehat dan setara di kemudian hari.
(antara/end)
Komentar