Hype
Beranda » Berita » Kenangan Era 2000-an: Tantangan dan Keseruan Menonton Anime di Masa Lalu

Kenangan Era 2000-an: Tantangan dan Keseruan Menonton Anime di Masa Lalu

Foto: Tangkapan Layar Anime Kamichama Karin.

JRMEDIA.ID — Pada awal 2000-an, anime mengalami lonjakan popularitas yang signifikan berkat kombinasi faktor-faktor penting. Toonami membuat anime lebih mudah diakses melalui televisi kabel, sementara internet memberi penggemar akses ke lebih banyak pilihan seri.

Pada saat yang sama, berkembangnya forum-forum online menciptakan rasa eksklusivitas, seolah anime adalah harta tersembunyi yang hanya diketahui oleh sekelompok penggemar tertentu.

Dikutip dari cbr.com , meskipun ada kegembiraan di tahun-tahun awal tersebut, era tersebut tidak tanpa kekurangan. Saat melihat kembali, penggemar yang lebih tua mungkin akan mengingat beberapa kenyataan kurang menyenangkan dari waktu itu. Meskipun mudah untuk merindukan bagian-bagian yang menyenankan, ada banyak aspek dari masa itu yang tidak akan dirindukan oleh penggemar anime.

1. Terjemahan Fansub yang tak Akurat

Anime Miss Kobayashi’s Dragon Maid: A Lonely Dragon Wants to be Loved Tayang di Bioskop Jepang pada 27 Juni 2025

Fansub sangat penting bagi penggemar anime di masa itu, tetapi mereka sering kali memiliki masalah tersendiri. Terkadang terjemahannya tidak akurat karena penerjemah yang kurang berpengalaman atau sengaja diubah agar terdengar lebih menarik. Hal ini menyebabkan adanya lebih banyak kata-kata kasar di beberapa anime dan membuat istilah Jepang tetap diterjemahkan secara langsung, yang memerlukan catatan penerjemah yang mengganggu pengalaman menonton.

2. Harga Anime yang Mahal


Berbeda dengan sekarang, di mana layanan streaming membuat anime lebih terjangkau, membeli anime di awal 2000-an adalah hal yang sangat mahal. DVD dan kaset VHS sering dijual dalam volume dengan hanya beberapa episode, yang membuatnya sangat mahal untuk menyelesaikan sebuah seri. Penggemar serial yang lebih panjang bisa menghabiskan ratusan dolar hanya untuk mengikuti seri favorit mereka.

3. Kesulitan Menemukan Merchandise Anime


Merchandise anime adalah barang langka pada masa itu. Untuk mendapatkan barang eksklusif, penggemar harus menghadiri konvensi anime, yang jumlahnya terbatas. Bahkan jika ada konvensi lokal, ketersediaan barang tergantung pada apa yang dijual oleh penjual. Saat ini, penggemar bisa dengan mudah menemukan produk anime di toko online atau toko lokal.

Trailer Terbaru dari Season Kedua Anime Sono Bisque Doll wa Koi wo Suru (My Dress-up Darling) Dijadwalkan Tayang Juli 2025

4. Dubbing Bahasa Inggris yang Kurang Memadai


Meskipun dubbing bahasa Inggris telah meningkat pesat belakangan ini, pada awal 2000-an kualitas dubbing seringkali mengecewakan. Banyak penggemar harus memilih antara dub yang kurang menarik atau memilih subtitle. Kualitas dub yang tidak konsisten membuatnya sulit untuk penggemar baru masuk ke anime, apalagi jika dub yang ada terdengar berlebihan atau tidak alami.

5. Informasi Tentang Anime yang Sulit Didapat

Pada awal 2000-an, informasi tentang anime yang kurang populer sangat sulit didapat. Meskipun ada banyak situs penggemar untuk seri populer seperti Dragon Ball Z, serial yang kurang terkenal sering kali tidak memiliki informasi yang memadai atau akurat. Penggemar yang mencari informasi sering kali mengandalkan situs penggemar yang tidak selalu diperbarui atau dapat dipercaya.

6. Anime yang tak Tersedia

Film Anime Chainsaw Man: Reze Arc Resmi Diumumkan Tayang di Bioskop Jepang 19 September 2025


Pada awal 2000-an, banyak seri anime yang tidak tersedia kecuali jika mereka telah memiliki penggemar yang cukup besar. Jika sebuah serial tidak mencapai tingkat popularitas tertentu, mencari salinan asli bisa sangat sulit. Penggemar harus bergantung pada unduhan fansub atau membeli bajakan untuk mendapatkan anime yang mereka cintai.

7. Keterlambatan Akses ke Anime Baru

Berbeda dengan era sekarang yang memanfaatkan simulcast, di mana penggemar bisa menonton anime terbaru segera setelah tayang di Jepang, penggemar anime pada awal 2000-an sering kali tertinggal jauh. Banyak anime populer seperti Yu Yu Hakusho dan Gundam Wing sudah berusia lebih dari lima tahun saat pertama kali ditayangkan di luar Jepang. Baru pada pertengahan 2000-an, anime baru seperti Fullmetal Alchemist mulai muncul di TV Barat.

8. Stigma Sosial Terhadap Menonton Anime

Pada awal 2000-an, anime tidak sepopuler sekarang. Menonton kartun di usia remaja atau dewasa sering dianggap kekanak-kanakan, dan penggemar anime sering menjadi sasaran ejekan atau perundungan. Berbeda dengan sekarang yang anime telah menjadi mainstream, penggemar anime di masa lalu lebih baik menyembunyikan ketertarikan mereka daripada dengan bangga membagikannya.

9. Toonami Menjadi Satu-Satunya Sumber yang Andal


Meskipun sekarang ada banyak platform streaming yang menawarkan anime, pada awal 2000-an Toonami adalah salah satu saluran yang paling sering menayangkan anime. Meskipun ada beberapa saluran lain yang kadang-kadang menampilkan anime, mereka jarang menambah banyak seri baru ke dalam lineup mereka. Penggemar yang tidak memiliki akses ke Toonami hanya memiliki sedikit pilihan untuk menonton anime.

10. Tayangan Ulang yang Tidak Pernah Berhenti

Saat ini, istilah “tayangan ulang” tidak banyak berarti bagi sebagian besar orang. Penggemar mungkin memilih untuk menonton ulang sebuah seri yang sudah mereka lihat sebelumnya, namun itu adalah pilihan mereka.

Pada tahun 2000-an, hal itu berbeda. Banyak seri anime yang populer seringkali harus menghadapi masalah yang sama: pada akhirnya, episode yang sudah di-dubbing akan habis. Penggemar Dragon Ball Z pasti ingat saat Toonami mengulang episode yang sama berulang-ulang, sementara Funimation masih membeli lisensi dan mendubbing lebih banyak episode. Meskipun mengenal seri favorit sangat menyenankan, tayangan ulang yang terus-menerus bisa merusak kenikmatan menonton.

(dmr)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
× (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});