JRMEDIA.ID — Tim Peneliti Pusat Inovasi dan Hilirisasi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto terus mengoptimalkan potensi singkong sebagai bahan baku pangan bergizi tinggi. Melalui program pengabdian masyarakat tahun 2025, tim ini berfokus pada pengembangan Modified Cassava Flour (Mocaf) guna meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Program yang dilaksanakan dengan skema Pemberdayaan Mitra Usaha Produk Unggulan Daerah (PM-UPUD) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi ini melibatkan dua mitra lokal, yakni UD Usaha Mandiri dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sinar Tani. Kegiatan juga mendapat dukungan dari LPPM Universitas AMIKOM Purwokerto dengan melibatkan dosen serta mahasiswa dari kedua kampus.
Koordinator Pusat Inovasi dan Hilirisasi LPPM Unsoed sekaligus Ketua Tim Pengabdi, Dr. Santi Dwi Astuti, STP., M.Si., menjelaskan bahwa program ini bertujuan memperbaiki mutu sekaligus memperluas diversifikasi produk mocaf.
“Melalui pelatihan, penerapan teknologi, dan pendampingan produksi, kami ingin meningkatkan kapasitas produksi mitra dari 60 ton menjadi 100 ton per bulan dengan kualitas yang lebih baik dan konsisten,” ujar Dr Santi di Purwokerto, dalam rilisnya, Jumat (26/9/2025).
Singkong merupakan salah satu jenis umbi-umbian, sumber karbohidrat alternatif pengganti beras yang kaya serat pangan dan rendah gula. Singkong biasanya dikonsumsi dengan cara direbus, dikukus, digoreng, atau dibuat berbagai jenis camilan, snack, dan makanan ringan. Singkong dapat ekstrak patinya menjadi tapioka atau diolah menjadi tepung. Tepung singkong yang dibuat melalui teknologi fermentasi terkendali dengan penambahan inokulum atau ragi seperti BIMO CF dinamakan Mocaf.

Sementara itu, UD Usaha Mandiri adalah UKM skala menengah yang memproduksi dan memasarkan mocaf dengan kapasitas 60 ton/bulan. Sinar Tani adalah kelompok wanita tani yang memproduksi dan memasarkan olahan Mocaf seperti tiwul dan combro. Permasalahan yang dihadapi keduanya adalah kualitas Mocaf yang dihasilkan yang masih bervariasi dan belum konsisten. Kendala lain yakni keterbatasan ipteks dan ketrampilan terkait diversifikasi produk berbasis Mocaf, keterbatasan kemampuan manajemen dan pemasaran.
Maka dari itu, melalui program ini, Tim Peneliti Pusat Inovasi dan Hilirisasi memberikan dukungan berupa mesin pengiris singkong, mesin pengering, mesin penepung, mesin pengayak, mikser dan oven bakeri, serta mesin pencetak mie. Hasilnya, Mocaf dapat mensubstitusi dan bahkan menggantikan 100 persen penggunaan terigu pada berbagai produk olahan pangan kekinian seperti mie, flakes, sereal, bubur instan, beras analog, produk-produk bakeri (brownies, cookies, biscuit, egg rolls, muffin, cup cake, pie), tepung penyalut serba guna, dan produk lainnya.
Selain peningkatan produksi, tim juga melaksanakan pelatihan manajemen usaha, pembukuan, administrasi keuangan, serta strategi pemasaran offline dan online. Produk mitra yang semula hanya dipasarkan di tingkat kabupaten kini telah menembus pasar lintas provinsi, bahkan mulai dilirik pasar ekspor, khususnya dari negara-negara Timur Tengah.
Dr Santi menambahkan bahwa penerimaan konsumen terhadap produk Mocaf cukup tinggi, terutama di kalangan masyarakat yang peduli kesehatan serta gaya hidup sehat, berkat serangkaian kegiatan yang telah dilakukan tim hingga akhir September 2025 ini. “Program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan mitra, tetapi juga mampu memperkuat nilai ekonomi komoditas lokal Banjarnegara serta mendukung kemandirian pangan nasional,” katanya.
Hingga akhir September 2025, serangkaian kegiatan pengabdian ini menunjukkan hasil positif. Dengan sinergi pentahelix bersama BRIN, Kementerian UMKM, Badan Pangan Nasional, BUMN, perbankan, dinas teknis, dan media, program ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam mendukung ketahanan pangan berbasis potensi lokal.
(***)
Komentar