Oleh Komjen Pol. Makhruzi Rahman S.IK., M.H., M.Tr.Opsla *)
“Border guards are prepared to react all activities which are covered by the agency´s mandate. The performance is a combination of human resource, technical resource, and obstacles. Obstacles could be natural obstacles or purpose-built obstacles. The aim of built obstacles is to steer the movement into areas that are possible to be controlled by technical or human resource”. (Manual UN Border Policing, Nov 1, 2023).
Di PLBN Serasan, Laut Natuna, negara tidak hanya hadir lewat patok batas atau bendera di tiang. Pada 27–28 Mei 2025, seorang petugas lintas instansi mengantar warga yang sakit ke klinik, seorang perwira TNI AL memimpin khitanan massal, dan seorang staf PLBN menyusuri bukit mencari petani yang hilang. Semua itu sebagai wujud kehadiran negara — bukan hanya dengan struktur, tetapi dengan empati.
Setiap negara besar berdiri di atas batas-batas yang kokoh — bukan semata pagar besi dan patok beton, tetapi juga kekuatan sosial dan moral untuk hadir, melindungi, dan melayani. Di garis perbatasan itulah, negara diuji: bukan oleh parade kekuasaan, melainkan oleh keberanian untuk hadir di tengah keterpencilan. Dan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menjadi garda terdepan dalam memastikan bahwa negara tidak pernah absen di titik-titik terjauh republik ini.
Perbatasan bukan sekadar garis imajiner di peta. Ia adalah ruang hidup masyarakat. Tempat bahasa, adat, dan sejarah bersinggungan. Sesuai UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Nasional, wilayah perbatasan telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional di bidang pertahanan dan keamanan.
Di sinilah negara sering kali pertama kali — dan kadang satu-satunya kali — dikenal. Ketika akses internet tak ada, pelayanan publik terbatas, dan birokrasi belum menjangkau, BNPP tetap dituntut hadir.
Tugas dan fungsi utama BNPP adalah untuk menetapkan kebijakan, mengkoordinasikan, mengevaluasi, serta mengawasi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. BNPP juga bertugas menyusun rencana induk dan rencana aksi pembangunan perbatasan, serta mengelola dan memfasilitasi penegasan, pemeliharaan, dan pengamanan batas wilayah negara.
Bukan hanya berperan sangat penting dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan nasional, BNPP juga bertanggung jawab atas pengelolaan perbatasan Indonesia, sebuah tugas yang mencakup aspek keamanan, ekonomi, dan sosial.
Dalam beberapa tahun terakhir, BNPP telah aktif dalam memperkuat kerja sama dengan instansi terkait, baik di tingkat nasional maupun internasional, guna mengatasi berbagai tantangan yang mungkin muncul di perbatasan. Ini mencakup pengelolaan imigrasi, penanggulangan perdagangan ilegal, serta pemantauan terhadap aktivitas yang berpotensi membahayakan kedaulatan negara.
Pentingnya peran BNPP semakin terlihat dalam konteks keamanan regional dan global. Dengan dukungan teknologi canggih dan kerja sama lintas-sektoral, BNPP berkomitmen untuk menciptakan perbatasan yang aman, terkendali, dan mendukung pembangunan ekonomi di wilayah-wilayah tersebut.
Sinergi Kelembagaan
Di antara urgensi eksistensi BNPP adalah mewujudkan tata kelola perbatasan yang baik. Yaitu memastikan adanya koordinasi yang efektif antara berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam pengelolaan perbatasan. Keberadaan dan kinerja BNPP sangat penting dalam menjaga keutuhan wilayah, keamanan negara, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan.
Sebagaimana yang tertuang dalam Manual UN Border Policing, tugas menjaga perbatasan bukan beban satu institusi. Ia menuntut sinergi: antara Polri, otoritas sipil, dan lembaga teknis seperti BNPP.
“The police, border guard and customs services should all work together to prevent crossborder crime. To reveal and prevent cross-border crime, it is advisable for all pertinent authorities to establish joint intelligence and analysis unit or centre to keep a common situational awareness. Such units need to include all cross-border crime on land, sea, and air borders. This kind of cooperation enhances the efficiency of border checks, alien monitoring, and custom controls, and it ensures the common use and acquisition of technical equipment”.
Sebagai perwujutan program sinergi, pada Maret 2025, BNPP dan Polri menyusun nota kesepahaman (MoU) untuk memperkuat koordinasi pengelolaan perbatasan. Langkah ini penting agar negara tidak hanya hadir secara simbolik, tetapi juga efektif dan berkelanjutan.
Kesepakatan ini adalah lebih dari sekadar dokumen kerja. Ia adalah pernyataan bahwa kita tidak bisa membiarkan garis batas dijaga oleh satu-dua aktor tanpa dukungan lintas institusi. Bahwa menghadirkan negara di perbatasan berarti membangun ekosistem kehadiran — dari keamanan hingga pelayanan sipil. Tantangan di lapangan pun tidak ringan. Dari penyelundupan dan perdagangan manusia hingga ketimpangan ekonomi, sosial, dan konflik adat.
Berdasarkan laporan dari lapangan, tantangan di wilayah perbatasan semakin kompleks. Tidak hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga kerentanan sosial. Misalnya, beberapa wilayah di perbatasan Kalimantan Utara melaporkan peningkatan aktivitas perdagangan narkoba lintas batas, dengan keterlibatan warga yang terdesak ekonomi. Di Papua, beberapa pos pengamanan juga menjadi tempat evakuasi warga saat konflik bersenjata meletus di pedalaman.
Kehadiran BNPP dan Polri di perbatasan dituntut memahami dengan baik adat setempat, bisa menjadi guru darurat, bahkan tak jarang juga harus menjadi juru damai antarkeluarga. Banyak personel Polri di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang merangkap jadi penyuluh, fasilitator administrasi, bahkan tokoh masyarakat darurat. Mereka membuktikan bahwa kehadiran negara bukan sekadar struktur. Ia adalah wajah manusia.
Kini terdapat 18 PLBN aktif dan 11 lagi sedang dibangun. Tapi infrastruktur tanpa manusia yang siap dan kerja sama yang solid hanya akan menjadi bangunan sunyi. Sinergi Polri dan BNPP menjadi penting untuk memberi ruh pada tempat-tempat ini: agar tidak sekadar megah, tetapi juga bermakna. Ini adalah kenyataan yang tak banyak tersampaikan dalam laporan resmi, tetapi nyata di lapangan.
Sepanjang 2023, tercatat lebih dari 900 kasus penyelundupan yang berhasil ditangani Polri, terutama di Kalimantan Utara, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Tapi di balik angka-angka itu, ada wajah-wajah masyarakat yang hidup dalam keterbatasan dan berharap negara hadir secara nyata, bukan hanya dalam aturan hukum.
Lentera di Beranda Depan
Sudah saatnya kita berhenti memandang perbatasan sebagai daerah rawan atau terbelakang. Kita harus melihatnya sebagai beranda depan republik. Wilayah yang justru menjadi cermin seberapa adil, seberapa merata, dan seberapa manusiawi negara ini bekerja.
Sinergi yang sedang dibangun antara Polri dan BNPP harus dijaga sebagai model kolaborasi antarlembaga yang sehat. Tidak saling mendominasi, tetapi saling melengkapi. Ke depan, kita perlu menjadikan perbatasan sebagai laboratorium kebijakan publik, tempat pengujian nyata atas janji negara kepada mereka yang paling jauh dan paling terpinggirkan.
Menjaga perbatasan bukan hanya soal menjaga garis di peta, tetapi menjaga denyut republik di tempat yang paling sunyi. Setiap langkah kaki personel aparat di ujung negeri adalah bentuk kesetiaan tanpa sorotan kamera, tanpa hiruk-pikuk pemberitaan. Tapi di sanalah makna sejati pengabdian itu hidup.
Karena sejatinya, kekuatan sebuah negara tidak hanya diukur dari seberapa cepat ia menindak kejahatan di pusat kekuasaan, tetapi dari seberapa lembut dan tegas ia melindungi warganya yang jauh dari pusat sorotan. Di hutan belantara, di desa perbatasan, di pelabuhan kecil yang dijaga semalam suntuk, aparat menjadi lentera, menerangi batas sekaligus meneguhkan makna kehadiran.
Bayangkan jika perbatasan tak lagi dipandang sebagai garis penjagaan, melainkan sebagai jendela masa depan. Dan aparat berdiri di sana, bukan hanya sebagai penjaga keamanan, tetapi sebagai penjaga harapan. (*)
6 Agustus 2025
*) Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI
Komentar