Opinion
Beranda » Berita » Si Penjaga Reputasi Penanggung Risiko

Si Penjaga Reputasi Penanggung Risiko

Hubungan Masyarakat (Humas) atau Public Relations (PR)/ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Oleh Roni Maulana Arsy *)

Tidak semua perjuangan terlihat. Ada yang bekerja tanpa panggung, tanpa sorotan kamera, tanpa pujian publik.

Di berbagai lembaga, institusi, instansi pemerintah maupun swasta, sosok itu adalah Hubungan Masyarakat (Humas) atau Public Relations (PR). Ia bukan hanya pembuat siaran pers atau penyambut tamu penting. Ia adalah peredam krisis, penjaga citra organisasi, sekaligus penyambung kepercayaan antara institusi dan masyarakat luas.

Ketika kabar baik datang, Humas mendorongnya naik ke permukaan. Tapi saat badai menerpa, isu miring, opini liar, bahkan serangan publik di media sosial, Humas adalah pihak pertama yang berdiri, meredam, menjelaskan, lalu merajut kembali kepercayaan yang retak.

Tak Hanya Bicara Tapi Menjaga Wajah Lembaga

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Menteri Kebudayaan Fadli Zon tak Usah Cari Sensasi

Di luar, mungkin yang terlihat hanyalah rilis berita, unggahan media sosial, atau pernyataan pers yang terdengar tertata rapi. Tapi di baliknya, ada proses panjang yang dipenuhi tekanan, kecemasan, dan dilema.

Humas harus berpikir cepat tapi juga sangat hati-hati. Satu kalimat yang tergelincir bisa berdampak luas, menurunkan kepercayaan publik, bahkan memicu intervensi pihak-pihak berwenang.

Di satu sisi, Humas wajib loyal terhadap pimpinan. Di sisi lain, mereka tak bisa lepas dari tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Posisi inilah yang menjadikan mereka penjaga moral komunikasi institusi.

Suka Ketika Cerita Baik Diangkat

Ada kepuasan tersendiri ketika program sosial dari instansi atau perusahaan dikemas dengan baik dan mendapat perhatian media. Ketika cerita pegawai di pelosok yang bekerja dengan dedikasi tinggi viral karena konten yang humanis dan jujur.

Rumah 14 Meter²: Murah tapi “Menghancurkan” Martabat Konsumen

Ketika masyarakat tersentuh oleh kontribusi nyata dari sebuah lembaga yang dulunya jauh dari radar publik. Humas hadir tidak hanya untuk menyelamatkan citra, tapi untuk menyampaikan bahwa organisasi tersebut hidup, bergerak, dan menyatu dengan denyut kehidupan warga.

Duka Ketika Diam tak Lagi Aman

Namun ada malam-malam yang tak bisa tidur karena isu viral yang muncul tiba-tiba. Ketika telepon dari awak media berdatangan meminta klarifikasi. Ketika satu kesalahan kecil dalam komunikasi bisa menjadi bola salju opini publik. Ketika dalam rapat darurat, pimpinan berkata “Tolong diamankan” tanpa sempat memberi waktu berpikir. Dalam situasi itu Humas bukan hanya komunikator. Ia adalah juru runding, pemadam kebakaran, dan terkadang, sasaran kekecewaan internal dan eksternal.

Bekerja di Antara Dua Dunia

Humas hidup di antara dua realitas. Dunia institusi yang penuh tuntutan strategis dan dunia publik yang penuh dinamika emosi.

Mereka harus memahami regulasi, tetapi juga psikologi massa. Mereka harus bisa menata pesan formal tapi juga merespons cepat di medan digital yang liar dan kadang tak rasional. Di era media sosial, krisis bisa muncul dalam hitungan menit. Sementara pernyataan resmi harus disusun dalam tata bahasa yang tidak bisa sembrono. Inilah tekanan ganda yang mereka hadapi setiap hari.

Kritik Konstruktif untuk Dunia Humas

Adakalanya Humas juga perlu bercermin. Tidak sedikit yang masih kaku, enggan membuka ruang kerja sama dengan media lokal. Mereka lebih tertarik pada media nasional besar yang sudah punya nama, seolah menjadi simbol prestise. Padahal, lewat media lokal, kedekatan wilayah, budaya, dan kepercayaan warga bisa lebih erat dibangun.

Media lokal memiliki pembaca sendiri, daya jangkau yang khas, dan nilai strategis dalam menjaga keterikatan daerah dengan institusi.

Ketika media besar diangkat dan media lokal ditekan, maka akan lahir kesenjangan. Padahal keduanya bisa bersinergi. Media nasional dengan kekuatan modal dan jaringan, media lokal dengan kepekaan wilayah dan kedekatan komunitas.

Dengan mengakomodasi dan membina media lokal secara adil, Humas sebenarnya sedang membantu menjaga keseimbangan komunikasi yang sehat dan berkeadilan. Karena membesarkan yang kecil tidak berarti mengecilkan yang besar. Tapi justru menciptakan kesetaraan yang menguatkan semua pihak.

Penutup Perjuangan yang tak Selalu Dikenang

Bekerja sebagai Humas adalah tentang ketahanan. Ketahanan menjaga profesionalisme saat disudutkan. Ketahanan untuk tetap tersenyum saat disalahpahami. Dan ketahanan untuk tetap menjaga reputasi lembaga yang bahkan kadang lupa siapa yang telah menyelamatkannya.

Mereka tidak mencari sorotan. Tapi jika komunikasi organisasi hari ini bisa berjalan tenang, jika masyarakat masih percaya pada kinerja dan kontribusi sebuah institusi, maka percayalah ada kerja-kerja sunyi Humas di baliknya. Mereka adalah penjaga reputasi sekaligus penanggung risiko.

26 Juni 2025

*) Praktisi Media di Kota Bandung

Catatan Penulis: Tulisan ini merupakan refleksi dan hasil pengamatan langsung terhadap dinamika kerja para humas di berbagai instansi, lembaga, institusi, dan perusahaan swasta yang bersinggungan langsung dengan kepentingan publik.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *